Pages

Subscribe:

Selasa, Oktober 27, 2009

Mencintai, untuk saling memahami dan mengerti


Kadang cukup sulit memahami arti kehadiran seseorang itu untuk kita, kadang dia bisa hadir ketika kita tidak membutuhkannya tapi kadang dia sangat sulit untuk dicari ketika kita sangat membutuhkannya.
Ketika dia hadir dengan membawa segenap cinta dan asa, tidak mengharapkan harta maupun jiwa hanya seuntai keinginan melihat senyum kita….tapi kita tidak pernah memahami keinginan yang terbersit dalam hatinya.
Dia selalu mengatakan Bukan cinta namanya bila kita berkehendak mengontrol pasangan. Juga bukan cinta bila kita bersedia mengalah demi kepuasan kekasih. Orang yang mencinta tidak menganggap kekasih sebagai atasan atau bawahan, tapi sebagai pasangan untuk berbagi, juga untuk mengenali arti diri
Bila kita berkeinginan menguasai kekasih (sangat membatasi pergaulannya, melarangnya beraktivitas positif, mengatur seleranya berbusana dll) atau melulu mengalah (tidak protes bila kekasih berbuat buruk, tidak keberatan dinomorsekiankan), berarti kita belum siap memberi dan menerima cinta.
Kadang dia tidak pernah mau mengatakan lewat bibirnya “aku mencintaimu”, tidak pernah mendengar bisikan rindunya, tidak ada setangkai bunga yang tiba-tiba hadir ketika kita membuka mata, tidak ada goresan bait-bait puisi cinta yang kadang melenakan tapi dia selalu mengekspresikan rasa cintanya lewat “tindakan” yang jarang kita sadari…itulah dia….orang yang mungkin sekarang dekat dengan kita, namun kita tidak menyadari kehadirannya. Dia hadir dengan kesederhanaan yang dia miliki. Dia hadir dengan rasa cinta yang belum saatnya untuk diucapkan. Dia hadir dengan memendam segenap rindu yang belum bisa untuk diekspresikan….
Keegoisan, kemanjaan, kekanak-kanakan kadang membuat diri kita menuntut “lebih” terhadap dirinya,
“kamu tidak pernah mau ngerti diriku !”
“kamu tidak pernah perhatian denganku!”
“kamu bisa romantis ngga sih!.
Banyak lagi dengungan yang sering kita ucapkan untuk dia, Padahal mungkin sekarang ini diri kita belum halal dalam suatu ikatan (masih dlm ta’aruf).
Dalam perjalanan kisah ini berusahalah pahami dan kenali dirinya walaupun sekarang hanya dalam bentuk bayangnya, terlebih lagi bagi seseorang yang telah halal diikat dalam sebuah ikatan suci…..pahami arti senyumnya…… kenali arti kehadirannya…….hargai kasih sayang yang masih tersembunyi dari dirinya….maka itulah sebuah cinta…..

Senin, Oktober 12, 2009

Cinta : antara Hati dan Pikiran

*Bacaan menjelang Ramadhan. Minal aidzin Wal Faidzin, Mohon maaf lahir dan batin*

Cinta dan perasaan adalah lautan yang sangat luas sekali, oleh karena itu orang dapat memahaminya dari sudut manapun ia suka, begitu juga dengan pacaran, karena pacaran menurut pekembangan dewasa ini juga bagian dari cinta, tapi islam punya karakter tersendiri dalam memahaminya, kalau cinta yang kita pahami adalah seperti yang digariskan oleh syariat, maka itu tidak dilarang. lantas bagaiamana perbedaan cinta kepada Allah, kepada Rasul dan kepada manusia?.

Berikut tahapan pemahaman cinta menurut islam :

1. Cinta pada Allah memang harus dibedakan, cinta kepada Allah adalah pengorbanan, pengobanan akan terjadi jika ada kesatuan antara hati dan pikiran, cinta kepada rasul adalah mengikuti sunnahnya, sedang inti dari mengikuti adalah kepercayaan, cinta sesama manusia adalah saling menyayangi dan saling mengasihi, sedang inti dari rasa saling adalah kesamaan.

Manusia diberi hati oleh Allah, hati itu adalah hak Allah, Allah akan merasa cemburu dan marah jika dihati manusia itu ada yang lain, itulah yang disebut Allah dengan syirik kepadaNya, dosa yang tentu tidak ada ampunan dari Allah.

Tapi Allah juga memberi manusia pikiran, pikiran itu dianugrahkan kepada manusia, oleh karena itu sabda Rasul: "tidak sempurna iman seorang muslim kalau dia belum mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri". cinta disini adalah rasa saling menyayangi dan saling mengasihi tersebut tentunya. Jadi cinta kepada makhluk adalah memikirkannya dan atau merasakannya.

2. Punya cita-cita Cita-cita suci yang ditunggu oleh setiap orang tua, boleh? mengapa tidak? malahan islam menganjurkan untuk menikah dengan terlebih dahulu berta'aruf (berkenalan), kadang kita berfikir masih terlalu dini untuk memikirkannya, tapi Allah berfirman: " hendaklah manusia itu memikirkan apa yang akan terjadi padanya besok" (faltandhur ma qaddamat lighad), besok bukan hanya hari sesudah hari ini, bulan depan, tahun depan, dan sepuluh tahun yang akan datang juga besok kan?.

Mengutip tulisan menurut seorang mufti besar Islam kontemporer Yusuf Qardhawi, dalam al fatawa jilid satu hal 625 edisi indonesia:

ia mengatakan: "sesungguhnya cinta mempunyai permulaan yang dapat dikuasai oleh yang mukallaf. Memandang, bercakap-cakap, menyampaikan salam, saling berkunjung, berkirim-kiriman surat dan bertemu, semuanya merupakan hal-hal yang berada dalam kemampuan seseorang untuk melakukan atau meninggalkannya, semua itu merupakan muaqaddimah atau permulaan rasa cinta".

3. Menjaga batasan syari'at. kalau ta'aruf dibiarkan begitu saja, tanpa terpisahnya antara hawa nafsunya dari kemauan buruknya, TANPA dan TIDAK dikendalikan oleh taqwa, maka ia akan mengalami pemerosotan aqidah, karena dalam hal cinta akan sangat mudah dipengaruhi oleh pikiran-pikiran setan yang tetap sedia menanti kesempatan lengah dari pelaku cinta ini, maka harus sangat hati-hati, karena kalau tidak maka ia akan makin berkubang dalam penyimpangannya dan tenggelam dalam urusannya, sehingga melupakan hak Allah sebagai pencipta cinta ini.

Ketika nafsu sudah makin bertaut sedemikian hingga dengan perasaan dan sebagainya, maka akan sulit untuk meninggalkannya, dan apabila dia sudah berada dalam kondisi yang dia tidak sanggup lagi mengendalikannya, maka dia sendirilah yang membawa dirinya dalam posisi yang sulit, hingga tak mampu lagi untuk keluar dengan bersih lagi. adalah sangat wajar kalau mayoritas ulama mengharamkan cinta kepada yang tidak haq, karena begitu berat dan besarnya tanggung jawab yang dipikul, kesudahan yang mengerikan sekaligus menakutkan. sehingga bukan kebahagiaan yang kita akan dapatkan malahan penderitaan yang berkepanjangan.

Namun tantangan zaman memang demikian beratnya, sehingga seorang muslim dituntut untuk lebih memperkuat ketahanan ruhiyah dan lebih memperkaya khazanah keilmuannya, serta pengetahuannya terhadap hakikat keislaman.

Begitu rasionalnya islam mengatur, adalah untuk menjaga hak dan kewajiban masing-masing manusia, karena setiap manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama, yang membedakan disisi Allah adalah kadar keimanan dan ketaqwaan manusia itu kepada Allah SWT. Maka apakah yang kita ragukan?



*** (hidup ini hanya sekali, maka janganlah disia-siakan. Mari kita kembali kepada niat yang baik InsyaAlloh akan mendapatkan yang baik pula.....Amien)